______________

Sunday, October 20, 2013

Mulanya Kena Flu, Pelari Maraton Ini Tidak Bernapas Selama Sebulan

Desember tahun lalu, pelari marathon bernama Victor Carlos (42) sakit flu yang kemudian membuat dia harus berhenti bernapas selama sebulan. Awalnya dia hanya terkena flu, namun ternyata itu buka flu biasa. Ia menderita infeksi bakteri akut.

"Saat dilarikan ke rumah sakit, kadar oksigen dalam tubuhnya hanya 57 persen. Padahal normalnya 95 persen," sebut istri Carlos dan dikutip dari CNN, Sabtu (19/10/2013).

Tanpa ragu, saat itu dokter menyatakan bahwa Carlos menderita acute respiratory distress syndrome (ARDS) atau sindrom sulit bernapas akut. Sindrom ini membunuh perlahan dengan menyerang paru-paru Carlos.

"Bukan hanya itu. Beberapa organ dalam tubuhnya juga mengalami kegagalan, yang juga disebabkan oleh bakteri yang sama. Ginjalnya tidak bekerja. Hatinya tidak bekerja. Tulang sumsumnya pun demikian,” papar dr Ashol Babu, ahli bedah kardiotorakik dari University of Colorado Hospital.

Menurut Babu, jika waktu itu ia memaksa memasukkan oksigen ke paru-paru Carlos, bisa jadi Carlos justru tidak selamat. Namun tanpa oksigen, tentu organ-organ tubuh Carlos akan mati. Satu-satunya jalan bagi Babu untuk menyelamatkan Carlos adalah dengan sebuah prosedur tindakan medis yang disebut extracorporeal membrane oxygenation (ECMO).

dr Babu 'mengistirahatkan' paru-paru Carlos untuk tidak bernapas. Ia kemudian memasukkan selang khusus ke dalam jantung Carlos. Sebuah pompa mengalirkan darah dari dalam tubuh. Darah itu kemudian mengalir ke mesin oksigenasi. Di mesin itulah darah dibersihkan dari karbon dioksida dan dilebur dengan oksigen. Baru kemudian darah dialirkan kembali ke dalam tubuh Carlos. Mesin ini berperan sebagai paru-paru eksternal bagi kelangsungan hidup Carlos.

"Jadi darah yang sudah mengandung oksigen itu hanya melewati paru-paru asli Carlos. Paru-paru aslinya tetap bisa hidup dengan adanya aliran darah, tanpa melakukan proses oksigenasi sendiri. Saat dilihat menggunakan sinar X, terlihat paru-paru Carlos hanya 'tertidur'. Proses ini kami lakukan hingga paru-paru yang terinfeksi itu sembuh dengan sendirinya," jelas dr Babu.

 Keluarga Carlos mengaku dr Babu pernah berkata, peluang Carlos untuk bertahan hidup hanya 40-50 persen. Dr Babu pun menyatakan, proses ECMO hanya akan berlangsung sepekan, meski ternyata Carlos tetap hidup dengan alat ini selama sebulan. Carlos menjadi pasien dengan ECMO terlama yang pernah dirawat dr Babu.

Lewat sebulan, bagaikan keajaiban, paru-paru Carlos 'hidup' kembali. Walaupun demikian, ia tidak bisa pulang begitu saja. Carlos masih harus menunggu tujuh pekan agar dokter dapat memastikan ia sudah pulih sepenuhnya.

"Sepulang saya ke rumah, saya mulai belajar berjalan lagi. Awalnya memutari blok perumahan saja. Esoknya saya berjalan lebih jauh lagi, dan lebih jauh lagi. Enam bulan kemudian, yaitu bulan Mei, saya sudah berlari lagi. Padahal dokter bilang saya baru bisa berlari bulan November," ujar Carlos.

Kini Carlos tengah giat berlatih untuk mengikuti Denver Rock 'N Roll Marathon pada 20 Oktober mendatang. Carlos mengaku ia bukan berlari untuk kompetisi jarak dan waktu, melainkan karena ia bisa berlari.

"Sekarang berlari menjadi hal yang lebih bermakna bagi saya. Setiap kali berlari, saya selalu ingat orang-orang yang menolong saya saat saya tidak bisa berlari. Keluarga, para dokter dan suster, rekan-rekan kerja, tetangga.. dan semua yang mendoakan kesembuhan saya waktu itu," kenang Carlos.

http://health.detik.com/read/2013/10/19/130821/2389959/763/1/mulanya-kena-flu-pelari-maraton-ini-tidak-bernapas-selama-sebulan

Sunday, October 13, 2013

Apa Sebenarnya Penyebab Kidal?

Orang yang tangan kirinya lebih aktif atau yang biasa dikenal dengan istilah kidal memang tidak sebanyak orang yang lebih aktif menggunakan tangan kanannya. Namun, justru itu yang menimbulkan pertanyaan, sebenarnya apa penyebab seseorang mempunyai kecenderungan kidal?

Sejumlah pakar berpendapat, kidal dipengaruhi oleh faktor genetika atau keturunan, tetapi sebuah studi anyar menyanggahnya. Studi yang dipublikasi dalam jurnal Heredity  menemukan, faktor genetika tidak memiliki peran utama dalam menentukan seseorang menjadi kidal atau tidak.

Populasi orang kidal di dunia ini mencapai sekitar 10 persen, tetapi penyebabnya hingga kini belum dapat dipastikan.

Untuk mengetahui lebih jauh, para peneliti pun melakukan analisis pada 4.000 anak kembar di Inggris. Mereka pun tidak berhasil menemukan faktor genetika yang kuat dalam menentukan kidal atau tidaknya seseorang.

Kendati tidak menemukan pengaruh genetika yang kuat, para peneliti mencatat, kidal lebih dipengaruhi pada pilihan dan pembelajaran yang diterima. Sementara faktor genetika tetap memiliki peran meskipun tidak sebesar dua faktor tersebut.

Sementara itu, studi baru lainnya justru menunjukkan faktor genetika merupakan salah satu faktor utama penyebab kidal. Studi yang dipublikasi dalam jurnal PLoS Genetics tersebut mengatakan, bersama faktor lingkungan, faktor genetika berperan dalam menentukan kidal atau tidaknya seseorang.

John Armour dari University of Nottingham, penulis studi tersebut, mengatakan, diperlukan studi yang lebih besar untuk menguak faktor genetika dalam menentukan kidal. "Sebagai konsekuensi, jika ada gen yang teridentifikasi nantinya, maka kemungkinan kidal seseorang dapat diprediksi," imbuhnya.

http://health.kompas.com/read/2013/10/08/0944595/Apa.Sebenarnya.Penyebab.Kidal